Kamis, 23 Maret 2017

Dikira wartawan

Ketika kita memegang sebuah kamera dslr di tangan kemudian foto-foto di tempat yang tidak biasa, diduga dan dikira wartawan oleh sebagian orang adalah hal yang lumrah. Kira-kira teman-teman pernah mengalami kejadian serupa nggak ? :)
Maksudku tempat yang tidak biasa adalah sebuah tempat yang memang tidak umum dijadikan objek fotografi. Misal di jalanan atau di sebuah pasar atau gang-gang kecil pemukiman kota.

Aku mempunyai pengalaman memotret pedagang yang membeber dagangannya di bawah jembatan layang pada pagi hari. Aku membawa tas ransel besar, di leherku menggantung kamera dlsr. Turun dari motor, aku langsung mempersiapkan peralatan tempur kegiatan memotret. Langsung saja kegiatan memotret aku lakukan. Mulai dari memotret orang yang lalu lalang baik yang jalan kaki ataupun naik kendaraan sampai sesuatu yang tidak bergerak pun menjadi target bidikanku. Sepintas, aku yakin pasti ada aja orang yang mengganggapku wartawan.

Sebelum aku memilih lokasi fotografi di tempat tersebut. Aku memang melihat sebuah lapak pedagang kebutuhan sehari-hari membeber lapaknya persis di bawah jembatan. Dan lapaknya sendirian, tidak ada saingan sama sekali.
Menarik nih pikirku, apalagi sekarang kan sudah tidak ada lagi orang jualan di bawah jembatan layang dikarenakan di tempat-tempat tersebut sudah diisi oleh taman-taman bunga yang cantik.

Setelah ku cukup puas foto-foto orang yang lewat dan benda-benda di sekitar. Aku coba mendekat dan memfoto dari jarak close up pedagang yang menarik perhatianku tadi. Aku mendekat ke pedagang tersebut. Sambil senyum mesem, aku ijin memfoto pedagang tersebut.

"Pak, tak fo....."   (Pak, tak foto ya)
"Ngapain foto-foto mas ?!" Buset, langsung menunjukkan ekspresi enggak enak pedagang ini. Belum juga selesai kalimatku, langsung dipotong pedagang tersebut.
"Oh ini fotografi kok pak, foto-foto aku" aku menjelaskan maksudku dengan ramah.
"Lapo foto-foto nang kene, wartawan ta mas ?"
"Oh bukan pak, aku wong seng seneng foto-foto kok,
Nah aku melihat, dagangannya Bapak kan unik, menggelar lapak kok di sini, hehe"

Percapakan berikutnya menjadi lebih cair. Pedagang tersebut menjelaskan bahwa di situ memang tidak untuk menggelar lapak. Tetapi untuk mempacking dagangan yang dikulak dari pasar besar kemudian dijual keliling. Mengapa dipacking di situ. Karena para pedagang sudah tidak boleh mempacking dagangannya di pasar besar. Pedagang tersebut juga menanyakan apakah aman-aman saja lapaknya tadi difoto. Dan kubilang bahwa aman kok pak.

Pedagang tersebut tadi sempat khawatir karena sebenarnya menggelar dagangan di bawah jembatan layang memang tidak diperbolehkan. Meskipun tujuannya hanya untuk memilah dan mempacking lagi dagangannya. Akhirnya aku pamit dan melanjutkan foto-fotoku.

Sempat ngos-ngosan dan cukup berkeringat karena mentari sudah semakin meninggi teman-teman. Aku melihat seorang laki-laki mengayuh sepeda tua, 70 tahun lebih aku taksir orang ini umurnya. Dinaikkan sepeda bapak ini ke trotoar kemudian Di jagang tengah. Persis seperti club motor yang pernah kulihat memakirkan sepedanya di trotoar pas malam hari.

Sepeda kece

Pagi-pagi yang pakai sepeda onthel banyak juga

Bedanya sama bapak yang satu ini, bapak ini melakukannya di pagi hari. Dan aku duga kayaknya memang sengaja deh diparkir gitu sepedanya biar kupotret, hehehe.

Minggu, 05 Maret 2017

Para penikmat teh

Kedai teh Z adalah kedai teh yang terkenal di daerah antah berantah. Kedai itu terkenal karena menyediakan beraneka ragam suguhan teh. Pengunjung juga bermacam-macam dan mereka senang dengan kedai tersebut.

Tetapi suatu sore ada kejadian unik yang tidak seperti biasanya. Seorang pengunjung mengajak temannya dari daerah lain untuk menikmati teh di kedai Z. Seperti biasa, kedai tersebut ramai. Satu-satunya tempat yang tersisa adalah kursi di bagian tengah. Lalu mereka pun duduk dan memesan teh.

A: wah rame banget ya tempatnya
B: tempat ini rame karena tehnya mantap
A: ah masak sih
B: nanti rasain sendiri

Teh yang mereka pesan datang.

A: wah emang tehnya bener2 mantap
B: nah, gak salah kan rekomendasiku
A: tapi ada yang aneh deh dari orang2 di sini, liat tehnya mereka, masak ada yang dikasih susu, terus coba liat yang sebelah situ, ada yang dikasih lemon, teh apaan tuh
B: lho disini emang banyak macem tehnya
A: aneh liat teh dibikin kayak gitu, belum lagi liat orang-orangnya, cara minumnya aneh2. Ada yang pake sedotan, terus
ada yang pake lepek lah, Helloo, ini teh atau kopi.
B: Toh mereka enak2 aja, kan gak masalah
A: lho ya jelas masalah lah. teh itu harus murni kayak kita gini nih. Cara minumnya juga harus diperhatikan.
B: Terserah mereka sih minum teh kayak gimana, ngapain diurusin
A: lho enggak bisa, teh itu harus murni, nanti aku ngomong pemilik kedainya supaya harus teh murni yang disuguhin di sini.
B: ngapaiinnn

C: gulanya kepake enggak, aku ambil boleh ?
Seorang penikmat teh yang dicampur blewah yang ada di dekat mereka meminta gula yang tersisa.

A: (diam sebentar) sorry gulanya uda aku pake, kenapa gak minta pelayannya aja ?
C: ooh pake gula toh, hahaha (ketawa ngejek)
A: ngapain ketawa2
C: bro bro, ngomong  soal teh murni bla bla bla, tapi situ pake gula juga ternyata.
A: ya biar manis. Beda lah, gula kan gak mengurangi kemurnian teh
C: hahaha, udah ah

Penikmat teh blewah pun melanjutkan kesibukannya. Sepertinya dia sebel juga dengan ocehan teh murni si B

D: ealah puritan abal2 ternyata
E: hahaha iya, namanya juga abal2, ada aja lah keunikannya
D: kalo puritan beneran ya harus siap dong gak pake gula
E: gak pake sendok juga buat ngaduk gulanya
D&E: hahahahha
Dua orang penikmat teh dicampur kentang di dekat mereka sengaja meninggikan obrolan.

Merasa tersindir, kuping A pun memerah. Mau membalas nyerocos pun juga sudah kehabisan kata2.
A: ayok kita pulang
B: lah teh mu masih banyak gitu.

Merasa tak nyaman, A mengajak pulang. Saat perjalanan pulang, A ngedumel tentang betapa tidak ramahnya para pengunjung kedai teh Z dan akan tetap berusaha ngomong tentang rencananya ke pemilik kedai. B pun hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengar temannya ngoceh gitu.

Ngeteh dulu yuk biar seger