Minggu, 09 Desember 2018

Mumet ndasku, piye iki cuk? (Pusing kepalaku, Bagaimana ini cuk?)

"Piye ujianmu?" (Bagaimana ujianmu?")
"Mbuh Cuk, nggarai ngelu, koen gk ngelu ta ngerjakno ujiane mau iku?" (Tidak tahu lah, membuat pusing, kamu tidak pusing apa mengerjakan ujian tadi itu?")
"yo gak lah" (ya tidak lah)
"enak yo arek pinter koyok awakmu" (enak ya anak pintar seperti dirimu)
"Lah prasamu cuk, aku yo ngelu pas sinau. Koen wingi tak jak sinau bareng malah gk gelem" (Lah cuk, aku juga pusing saat belajar. Kamu kemarin aku ajak belajar bareng tidak mau")
"Sibuk push ranked cuk" ("Sibuk push ranked cuk")
"Wes ta lek sik ngelu nang dokter kunu, hahaha" (Sudahlah kalau masih pusing pergi ke dokter sana, hahaha")
"Hancok, wes wes ayo ngegame ae, ben ilang ngeluku" ("Hancok, sudah sudah ayo main game saja, biar hilang pusingku")
"ngelu malah ngegame, lek kalah ngelu pindo koen, hahaha" (pusing malah main game, kalau kalah malah lebih pusing kamu")
"Cuk"

Cerita di atas sepenggal percakapan selesai ujian. Mungkin banyak percakapan yang mirip seperti itu tentang bagaimana ada teman yang pusing setelah ujian, tetapi ada hal yang unik. Pusing yang dimaksud dalam orang-orang seperti percakapan tadi adalah pusing dalam hal bingung bukan sakit kepala.

Sering kita menyebut pusing dalam artian berpikir karena sedang bingung adalah pusing. Hal tersebut tidak salah karena dalam kbbi pun, pusing adalah sakit kepala, pening. Tetapi ada definisi lainnya yaitu pusing adalah tidak dapat berpikir(karena bingung, tidak keruan, sedih dan sebagainya).

Pernah tidak kita merasakan pusing karena belajar suatu hal yang baru? Pasti pernah dong, masa enggak.
Aku mau memberi pengalaman pusingku. Jadi gini. Aku pernah pusing saat pertama kali belajar fotografi. Aku tidak pernah punya kamera sebelumnya. Kamera yang kubeli saat itu adalah dslr yang cukup canggih. Aku belajar fotografi karena ingin menghasilkan gambar bagus seperti contributor national geographic itu lho.

Setelah jeprat-jepret percobaan. Aku baru sadar kalau fotografi itu bukan hal mudah seperti memasak air rebus. Teknis kamera seperti segitiga pencahayaan, iso, diafragma, kecepatan shutter dan lain sebagai-bagainya. Itu ribet b*ngs*d. Belum lagi soal teknik foto, mulai angel (malaikat) eh sudut foto maksudku, komposisi, pencahayaan luar, pola gerakan. Belum lagi soul(jiwa) bisa ada di foto itu sendiri. Itu semua sangat membuat kepala mendidih wahai para cebong dan kampret. Jadi yang bisa tersulut emosi bukan hanya kalian woi.

Lho kok sampai cebong kampret. Oke sebelum pembahasan melebar ke mana-mana balik ke topik. Aku mau menggarisbawahi dan menebalkan bahwa belajar hal baru itu membuat pusing tau. Bersyukurlah kita yang masih bisa pusing karena itulah tanda kita belajar suatu hal yang baru.

Jadi kalau kita bertemu teman yang sambat pusing, ajaklah ke dokter, kalau dia tidak mau berarti bukan pusing karena sakit kepala. Itu.

(judul sengaja dibuat clickbait)

Minggu, 01 Juli 2018

Kamu ndukung apa wahai penonton abadi ?

Kamu ndukung apa wahai penonton abadi ?

Hari ini saya sedikit sedih karena Messi dan Ronaldo tidak bisa bersalaman di perempat final piala dunia 2018. Tapi mereka mungkin salaman di bandara.

Saya juga sedikit lega karena gontok-gontokan pendukung Messi dan Ronaldo asal INDONESIA di medsos juga sedikit mereda. Sedikit.

Kalau bicara soal dukung mendukung, Indonesia minggu ini tidak hanya soal sepak bola tapi juga "itu". Iya "itu" , yang terjadi 27 Juni 2018 itu, masa' lupa, atau jangan-jangan gak tau ? Ya sudah, toh saya juga tidak akan terlalu membahas "itu". "Itu" itu maksudnya pesta demokrasi, gitu aja diberitahu.

Mulai dari si A mendukung si B. Si C mendukung si D. Begitu seterusnya sampai si ZY mendukung si ZZ dan si ZZ mendukung si A. MBULET. Ada yang senang, sedih, B aja (biasa aja), numpang ngakak, sedih campur ngakak dan banyak lagi ekspresinya. Tapi untungnya dukung mendukung mereka tidak sampai ke ranah hiburan piala dunia. Kalau iya bisa repot, kok bisa ?

Saya akan mengajak anda-anda sekalian berandai-andai. Begini.

Jika Jokowi mendukung tim Argentina. Bagaimana perasaan "pendukung Argentina asal Indonesia yang pro Prabowo"?

Di medsos kira-kira bakal keluar kata2 begini: Dasar presiden tidak nasionalis, Ganti ! (mereka mungkin malu kalau harus mendukung satu tim yang sama dengan pak presiden)

Atau sebaliknya

Jika Prabowo mendukung tim Portugal. Bagaimana perasaan "pendukung Portugal asal Indonesia yang pro Jokowi"?

Di medsos kira-kira bakal keluar kata-kata begini: anti asing kok mendukung tim asing !

Yang bikin rusuh adalah jika Amin Rais dan Fadeli Zon tiba-tiba mengadakan konferensi pers.
Di depan media mereka mengatakan bahwa Amin adalah fans berat Ronaldo dan Fadeli adalah fans berat Messi.

Nah ini repot, masa' iya fans Ronaldo dan Messi yang kontra Amin dan Fadeli gak bakal nonton piala dunia lagi ? 😂

Gimana ? mbulet ? 😂

Mong omong saya punya prediksi bola, ntar malam Spanyol pulang, penyebabnya: De Gea kartu merah !

Rabu, 13 Juni 2018

Lembaran Baru

Hari yang indah. Aku berada di tengah taman kota. Dikelilingi oleh pepohonan dan bunga-bunga, aku rasa tempat ini sangat istimewa. Banyak juga orang-orang yang datang ke taman ini. 

Udara terasa sejuk saat angin berhempus. wuuss. Di langit, warna biru sangat dominan karena awan terlihat sangat sedikit sekali. Di dekatku ada tiga orang laki-laki asik ngobrol. Sepertinya mereka selesai makan-makan.

"Yang kanan atau yang kiri bro menurutmu ?" tanya orang yang bertopi kepada teman2nya
"yo seng kiri lah, 85 itu" kata yang berambut gondrong
"aku yo setuju, tapi 85 terlalu tinggi, 80 lah" si botak menanggapi.

"arah jam 8, muasuk pol" kata rambut gondrong. Laki-laki bertopi buru-buru menengok ke belakang.
"yo biasa ae, gak usa ngegas ngunu"

"hancuk, arek cilik iku, pendek gitu, masuk apanya, masih blm punya ktp itu" balas laki-laki bertopi.
"kok tau kalo dia belum punya ktp. liat tampilannya, udah dewasa itu"
"sek cilik iku" si botak memotong
"hahahaha" laki-laki bertopi tertawa lepas
"asu"

Obrolan mereka seru. Asik punya teman yang seperti itu. Aku punya banyak teman. Tapi kebanyakan dari mereka sudah berada di luar kota. Banyak yang ke laut dan gunung. Banyak yang pulang membawa cerita-cerita fantastis. Tapi tidak sedikit dari teman-temanku yang terkena musibah. Yang pergi ke laut, ada yang tidak kembali. Ada juga yang berkahir dengan terkubur entah dimana.

Aku bersyukur masih bisa berada di tempat seperti ini. Meskipun tadi pagi ada kejadian yang tidak mengenakkan. Aku sangat ingin pergi ke tempat-tempat baru tapi apa daya. Perempuan yang berkeliling car free day bersamaku tadi pagi meninggalkan aku sendirian di sini. Sedih ? enggak juga.

Sudah lama aku berada di tengah taman ini. Mengamati berbagai macam orang yang berlalu-lalang. Tidak sedikit yang mengamatiku. Tidak terasa hari sudah mau magrib langit jadi mendung, padahal tadi pagi sampai siang cerah.

"srek srek srek srek" suara sandal digesek-gesekkan ke tanah. di dekatku ada dua orang perempuan.
"kamu ngapain Na ?"
"ini, nginjek tai ayam sepertinya La"
"hahaha, ya ke wc la bersih-bersih"
"ngapain, gini doang aja"
"seterah mu wes, ayok cepetan kayaknya mau hujan nih Na"

Tidak lama kemudian hujan deras datang. Orang-orang pun sibuk dengan dirinya masing-masing. Mencari perlindungan sendiri-sendiri. Ada yang ke tenda, di bawah pohon, dan gazebo.

Aku masih di sini. Di tengah taman. Ku nikmati derasnya air hujan yang turun ini. Dari samping banyak anak-anak abg hujan-hujan sambil bawa bola. Satu orang anak menendang bola kearahku. Aku terhuyung-huyung. Terjatuh.

Sampai anak-anak itu bermain bola dan hujan selesai. Aku masih terjatuh. Kemudian ada orang yang memegangku. Lalu gelap.

Aku tidak tau sudah berapa lama keadaan gelap ini. Ketika sudah tidak gelap, aku berada di sebuah tempat baru yang banyak meja dan kursi. Diguntingi oleh seorang laki-laki, dicat warna-warni lalu ditempel mengelilingi ke lampu. Kemudian bersama lampu digantung di atap untuk menerangi ruangan penuh kursi dan meja.

Kamis, 07 Juni 2018

Menggulai kurma manis

"Jancook !! Dasar orang munafik, asuu !" Lukman marah. Dilemparkannya peci hitam yang sedang dipakainya dengan keras ke kursi. Tak lama kemudian kursi itu didudukinya.

"Ada apa ada apa ? yang tenang dong. Surya dulu lah" kutawarkan rokok ke Lukman sambil kunyalakan batang rokokku sendiri. Kutaruh bungkus rokok di meja. Sepertinya Lukman masih belum mood.

"Kamu gak sadar ta dia ceramah apa tadi ? cok !"
"Iya ngerti, sudah lah. Buat apa juga marah-marah"

Lukman diam sebentar. Diambilnya gelas lalu diisi dengan air dari galon. Sepertinya dia sudah agak tenang.

"Isi yang banyak sekalian. Aku juga haus"

Hari ini adalah hari pertama tarawih yang kulakukan di luar tempat tinggalku, begitu juga dengan Lukman. Aku dan sahabatku Lukman adalah perantau dari kota kecil, disebut desa tidak begitu jadul disebut kota juga tidak begitu modern, maka kusebut tempat tinggalku kota kecil. Kami bekerja di kota besar dengan harapan besar layaknya kisah perantauan dramatis pemuda desa yang diceritakan di buku-buku pelajaran sekolah. Pergi merantau, kerja keras di kota, mudik, membahagiakan orang tua, adalah rencana kami, tetapi rencana manusia tidak selalu mulus.

Bulan ini adalah tepat enam bulan kami bekerja di kota besar ini.
Kami bekerja sebagai buruh di pabrik yang sama melalui agen tenaga kerja. Awal bekerja di pabrik ini semua berjalan lancar. Tiga bulan terakhir ada yang ganjil. Gaji belum dibayarkan, tetapi kami tetap disuruh bekerja. Ada isu kalau pabrik akan bangkrut, ada yang bilang bahwa pabrik akan digabung dengan pabrik lain. Entah mana yang benar yang jelas kami dijanjikan bahwa setelah hari raya idul fitri, gaji akan dibayar semua beserta THRnya. Semoga bukan janji palsu.

Bekerja tanpa dibayar selama tiga bulan adalah hal yang berat. Kecewa sudah pasti. Dan yang paling kecewa diantara kami berdua adalah Lukman. Demi mudik, dua bulan yang lalu Lukman bertemu Pak Burhan, bapak kos kami, untuk memohon ditangguhkan dulu biaya kos kami sampai setelah lebaran. Lukman pun bercerita tentang kesusahan kami. Walaupun, permintaan itu ditolak Pak Burhan dengan alasan tidak ada jaminan bahwa setelah lebaran, kos akan dibayar. Dia juga bilang kalau kami tidak bisa bayar kos, lebih baik pulang kampung saja. Oke Baik.

"Bisa ngaji juga kalian ya. Kukira hanya ktp. Haha" Pak Burhan bicara di pintu masuk. Kuhentikan ngajiku, tetapi tidak kujawab basa-basi Pak Burhan. Kulihat senyumnya sinis. 

Pak Burhan menuju meja. diambilnya koran di bawah meja. Koran yang diambilnya itu sudah basi, berita seminggu yang lalu mungkin. Ada juga ya manusia yang suka berita basi.

"dasar sampah masyarakat" gumaman Pak Burhan itu membuat mukaku merah panas. Ingin rasanya kulemparkan asbak kaleng di atas meja ini ke kepalanya.

"Iya Pak ?" Lukman yang daritadi hape-an sambil tiduran dan menggunakan kakiku sebagai bantal pun bangun.

"Sampahnya kalau sudah selesai dibersihkan !" jawab Pak Burhan sambil melengos masuk ke dalam rumah.

"ustad sampah, kok bisa orang seperti dia jadi ustad, sok ngomong berlomba-lomba dalam kebaikan tapi kelakuan sendiri seperti kotoran" Lukman bicara pelan sambil melihat Pak Burhan dari belakang.

Hari ini kami baru mengetahui bahwa Pak Burhan adalah seorang ustad.

-------- ======= --------

"Jualan sore Pak Pardi ? kok baru nggoreng ?" tanyaku basa-basi ketika pulang kerja.
"iya mas Bintang, kalau jualan di pagi hari gak ada yang beli, masa orang puasa beli gorengan di pagi hari, warung-warung juga banyak yang tutup mas, hahaha" jawab Pak Pardi dengan bercanda.

Pak Pardi adalah penjual gorengan di depan kos kami. Gorengan yang dibuatnya enak, karena itu setiap pulang kerja kami selalu membeli dagangannya. Saat gaji kami ditahan pabrik, kami jadi jarang membeli gorengannya demi penghematan. Walaupun begitu, setiap dua atau tiga hari sekali Pak Pardi selalu memberi kami gorengan gratis.

Kami cukup akrab dengan Pak Pardi setelah kejadian itu. Setiap malam kami cerita banyak hal tentang kehidupan kami dan tempat tinggal kami. Demikian juga Pak Pardi. Kami mengetahui bahwa Pak Pardi mempunyai dua orang anak, SMP kelas 1 dan SD kelas 3. Dari sisi ekonomi, penghasilan yang dia dapatkan sedikit di bawah kami kadang juga tidak sampai setengah kami. Tetapi dia selalu berkecukupan.

Pak Pardi juga terkadang mengingatkan bahwa kehidupan di tempat kami mungkin berbeda dengan di kota ini. Kebiasaan, orang-orangnya ataupun lainnya bisa berbeda. Dia menyarankan agar kami menyesuaikan lingkungan di sini.

Kami masuk kosan, sebelumnya aku melihat Pak Burhan menyuruh anak laki-lakinya untuk mengantar makanan kotakan, entah kemana.

Kami buka puasa di kosan. lalu pergi ke masjid untuk solat magrib. Setelah solat magrib kami diberi makanan kotakan, di tempat kami, takjil gratis yang mewah seperti ini jarang. Aku diberi satu oleh pengurus masjid, kuterima, tetapi Lukman tidak mau. Ketika kami keluar masjid, di halaman masjid sudah banyak anak kecil bermain-main, sepertinya mereka menunggu sesuatu.

"Kenapa gak ambil kotakan di masjid ? kan gratis" tanyaku ketika sampai kosan.
"kamu tau nggak itu kotakan dari siapa ?"
"Pak Burhan kan"
"Makanya itu aku gak mau"

"Wih ayam bakar, mantap nih" kotakan kubuka. "kamu sih nggak mau nerima kotakan mayan ayam bakar, malah beli makan sendiri hmm"
"Orang kayak Pak Burhan baiknya pas ramadan aja, dapat pahala berkali-kali lipat gitu. Di luar ramadan, ya pelit lagi"
Kudengarkan kekesalan Lukman sambil makan, menurutku makanan dari siapapun adalah berkah.

"Mungkin kalau ramadan tidak memberikan pahala berkali-kali lipat, dia juga males buat nyumbang kotakan gitu"
"daripada dia buat kotakan mewah pas ramadan doang, kan mending dia buat nasi bungkusan aja, jadi di luar ramadan bisa ngasih terus"
"lagian di daerah sini orangnya juga banyak yang mampu secara ekonomi, jadi buat apa, mubadzir makanan kayak gini"
"kalau surga neraka gak ada, dia pasti gak bakal berbuat baik"

"Hus, nyocot ae koyok emak-emak, nasimu keburu basi" sambil kujejalkan semangka ke mulutnya.

"cok"

Sepertiga buat makanan, sepertiga buat air, sepertiga buat udara. makanan dan air sudah masuk, yang terakhir tentu rokok.

"aku mau tarawih di masjid sebelah aja" Lukman membuka omongan
"kenapa ?"
"tanya lagi, orang munafik kamu dengerin, mau jadi apa ?"

kali ini aku sepakat dengan Lukman, akhirnya kami memilih tarawih di masjid sebelah. Di sini penceramahnya bukan Pak Burhan.

------ ======== ---------

Hari ini adalah hari keempat puasa. pas hari libur kerja juga. Hari ini terasa sangat panas sekali. Kami punya rencana untuk buka puasa di tengah kota, mencari suasana, cuci mata sekalian. Setelah Asharan, kami bersiap untuk ngabuburit. Jam setengah lima berangkat. Ketika akan berangkat, kami berpapasan dengan Pak Pardi.

"Itu apa Pak ?" tanyaku
"kotakan gini lho"
"nasi kotak ?"
"bukan, nasi kaleng"
"Hahahaha"
"nasi kuning isinya"
"punya siapa Pak ?"
"ya punya saya, mau dibawa ke mesjid"
"owala"

"ngapain sih Pak nganterin gitu-gituan ?" Lukman yang selesai mengeluarkan motor ikutan nimbrung.
"lho mas Lukman ini gimana, di bulan ramadan ini kita harus berbuat kebaikan mas, bener gak mas Bintang ?" Pak Pardi mencari teman untuk pendapatnya.
"tapi kan pak, orang-orang di sini juga banyak yang mampu, mereka beli sendiri kan bisa" Lukman buru-buru menjawab
"saya taunya berbuat baik ya begini ini mas, hahaha"
"yah, kan sudah banyak Pak orang yang ngasih makanan kotakan ke masjid, daripada mubadzir lho gak ada orang yang makan, ini ibarat menggarami air laut Pak, eman"
"sampeyan ini ngomong apa sih mas, gak paham saya, yang makan bukan orang dewasa mas, tapi anak-anak, hahaha"
"hah ?"
"banyak anak kecil yang gak dapat kotakan soalnya mas, kasihan kan mereka juga puasa lho, masak yang orang gede-gede aja yang dikasih"

Lukman diam.
"Ya sudah mas, saya mau nganterin kotakan dulu ya"
"iya Pak, monggo silakan, kami juga mau ngabuburit" jawabku
"hati-hati mas"

Ketika duduk-duduk di taman tengah kota aku memikiran percakapan kami dengan Pak Pardi. Ketika melihat perilakunya, aku malu kepada diriku sendiri. Lukman juga sepertinya iya, terlihat dia lebih banyak diam. Sore ini, kami menunggu azan magrib sambil dengan tidak banyak bicara.

Selasa, 13 Maret 2018

Kisah Papan Tulis Putih

Saat-saat yang katanya menggembirakan itu tiba. Bagi Aku yang sebuah bongkahan kayu, bertransformasi dari kayu menjadi sebuah bentuk lain adalah sesuatu yang misterius. Tetapi banyak cerita dari teman-temanku yang sudah memasuki fase tersebut, bahwa dengan bentuk lain mereka dapat melihat dunia dengan pandangan yang berbeda dan menyenangkan. Menyenangkan ? Ah masa sih.

Kamu akan melihat sisi-sisi lain para manusia. Begitu kata sesepuh kayu kepadaku.

Beginilah bentukku sekarang, aku menjadi suatu bentuk baru, kotak persegi yang berukuran tipis, dilapisi melamin di bagian depan lalu digabung dengan logam di bagian rusuk-rusukku. Manusia menyebut bentukku dengan nama papan tulis putih.

Awal aku dipindahkan ke tempat baru. Aku langsung mendapatkan pengalaman buruk. Diletakkan di atas sebuah benda beroda dua, aku kemudian digencet oleh pantat manusia. Aku cukup tersiksa. Belum lagi bau tidak sedap yang keluar dari pantat manusia itu. Apanya yang menyenangkan. Mendingan jadi papan tulis yang ukurannya lebih kecil. Dibawa oleh tangan manusia. Apa bedanya coba bentukku sekarang dengan Si Kursi yang diduduki itu.

Manusia itu bermacam-macam. Coba lihat mereka dengan banyak sisi.

Aku sampai di tempatku yang baru ketika matahari sudah tidak nampak. Begitu sampai, aku langsung dimasukkan ke sebuah ruangan. Singkat. Si Pintu Berbadan Dua menyapa aku dan akupun balik menyapanya. Aku sempat melihat para buku yang berjejer sebuah rak buku biasa bertingkat tiga, sebuah rak dengan  bentuk yang aneh menurutku dan sebuah papan tulis putih kecil sebelum akhirnya manusia menutup pintu dan ruangan menjadi gelap.

"Wah ada anak baru" kata si papan kecil
"Weee anak baru" kata rak buku aneh
"Anak baru, anak baru" kata para buku dengan berisik
"Ha"
"Kenalin, aku Si Papan Tulis Putih"
"Ya ngerti, Aku juga papan tulis putih kali"
"Si besar ini, baru datang sudah nyempit nyempitin ruangan aja" sela Si Rak buku aneh
"Sedang apa kamu di sini ?" Kata Si Papan Tulis Putih Kecil
"Sedang apa sedang apa sedang apa di sini ?" Berisik sekali para buku ini pikirku.
"Ya mana kutahu"
"Ooh, barusan dibentuk ya, kukira kamu sudah lama" Si Papan Tulis Putih Kecil menanggapi.
"Udah ah aku capek, mau tidur dulu, daritadi didudukin manusia"
"Bau yaaa?" Kata Si Rak Buku Aneh dengan nada mengejek.
"Hahahahahahha" berisik sekali Para Buku ini.

Banyak kok yang bisa kamu rasakan nanti, menyenangkan kok. Kalau aku ceritain sekarang jadi enggak seru. Kata Si Papan Tulis Putih Kecil pada malam itu.

Hari berikutnya, seorang manusia membuka pintu ruangan. Silau. Aku tau ini adalah siang hari. Aku juga baru tau kalau ruanganku saat ini berwarna biru. Ada juga sebuah gambar tulisan, kartun manusia dan kata-kata yang digambar di tembok ruangan ini. Gambar tulisan itu berada di atas Si Rak Buku Biasa. Di sisi sampingnya adalah tempat Si Rak Buku Aneh dipasang di tembok dan tepat di belakang Si Rak Buku Aneh, ada gambar kartun manusia. Asik pikirku ruangan ini.  Beberapa jam kemudian aku dibawa keluar ruangan oleh seorang manusia.

Banyak manusia-manusia kecil baik cowok ataupun cewek datang sore hari itu. Ada juga beberapa manusia besar. "Good Afternoon" kata manusia besar. "Good afternoon Mister" jawab manusia-manusia kecil itu. Aku penasaran dengan kegiatan para manusia ini. Manusia besar menulis kata-kata di tubuhku.
Banyak sekali kata-kata yang belum pernah aku dengar, kayaknya berasal dari bahasa asing. "School, House, Park". Ah kata-kata apa ini.  Lalu si manusia besar bertanya kepada para manusia kecil. "Sekolah, Rumah, Taman" jawab para manusia kecil. Ada juga beberapa manusian kecil yang menjawabnya dengan suara keras. Cukup berisik juga kegiatan ini. Berbeda dengan kegiatan manusia saat membuka buku yang dinamakan membaca. Tapi Aku melihat sebuah persamaan dari dua kegiatan tersebut. Para manusia tersebut sama-sama mencari ilmu.

Oh itu namanya kegiatan belajar-mengajar. Manusia membagikan ilmunya kepada manusia-manusia lainnya. Kata Si Papan Tulis Kecil setelah kegiatan sore itu.

Di sore-sore berikutnya. Aku dibawa ke sebuah jalan. Di situ aku diletakkan di sebuah pohon. Badanku sempat ditempeli plester-plester yang kemudian dilepas lagi. Di jalan besar itu, Aku melihat banyak sekali manusia baik yang besar maupun kecil. Ada juga speaker berada di dekatku. Aku bertanya kepada Si Speaker apa nama kegiatan ini. Dia menjawab bahwa kegiatan ini bernama lomba. Hal menarik dari lomba tersebut adalah ada sharing ilmu di sana meskipun bersifat kompetisi. Di kegiatan itu aku melihat para manusia baik yang besar ataupun kecil, sangat menarik.

"Jadi bagaimana kesanmu terhadap para manusia?" Tanya Si Papan Tulis Putih Kecil ketika aku masuk kembali ke ruangan. Malam itu kulihat banyak dari para buku, Si Rak Besar Aneh, dan Si Pintu Berbadan Dua sudah istirahat.
"Cukup Menarik"
"Itu aja ?"
"Ya iya itu aja, aku melihat bahwa masih ada para manusia yang saling belajar dan mengajari"
"Mungkin kamu baru melihat beberapa kegiatan para manusia"
"Aku mau sedikit bercerita tentang sedikit perubahan yang kurasakan di sini. Kalau kamu perhatikan, menurutmu bagaimana para manusia kecil di sini ?"
"Riang, bersemangat, dan terkadang ada beberapa yang sangat berisik"
"Hm, memang. Tetapi ada suatu perasaan yang entah aku tak tau namanya sejak kamu datang ke sini"
"Itu namanya senang, lega, ceria" kata salah satu buku yang masih bangun.
"Hm, Iya seperti itulah, terima kasih Buku"
"Kulihat setelah kamu datang, Ada sebuah aura yang lebih positif yang muncul. Saat mereka masih menggunakanku sebagai media belajar. Memang iya aura positif dan keceriaan itu terlihat. Tetapi setelah kamu datang, aura positif muncul dengan lebih segar dan kurasakan semangat belajar kembali itu lebih besar".
"Hmm"

Setelah obrolanku dengan Si Papan Tulis Putih kecil.
Banyak hal yang akan kamu lihat, sisi manusia itu banyak. Aku kembali teringat kata-kata dari Sesepuh Kayu. Setelah obrolanku dengan Si Papan Tulis Putih Kecil. Aku pun jadi semakin tertarik dan penasaran dengan para manusia. Sebelum istirahat, aku menantikan kegiatan-kegiatan menarik apalagi yang akan dilakukan oleh para manusia.