Selasa, 08 September 2015

Hari raya qurban: Sekedar Tradisi, berbagi atau menyogok Tuhan ?

 
                Sore itu, Sesampai di rumah, aku ganti pakaian, lalu makan, lalu duduk-duduk di kursi sambil melototin gadget. Begitulah sekilas kegiatan(monoton)ku ketika pulang ke rumah. Di dekatku, ada ibuku yang juga duduk-duduk disitu, juga sedang asyik melototin gadget sambil mendengarkan siaran radio lokal. Sedang asyik-asyiknya membuka media sosial yang berisi gambar-gambar, Perhatianku teralih ketika ibuku tiba-tiba memulai obrolan. 

I (ibu) , A (aku)

I : Dik, ini mau hari raya qurban, ayo kamu sisihkan uang buat beli hewan qurban
A: ..... (masih mikir)
I: kamu sisihkan uang (Rp.sekian) buat patungan beli hewan qurban, kamu kan sudah punya uang sendiri, jadi wajib hukumnya buat berqurban
A: ..... (oh iya habis ini hari raya qurban)
I: ini nanti patungan sama tetangga, dikumpulin dulu uangnya. Sudah, kamu gk usa khawatir kalau berqurban, nanti dikasih gantinya yang lebih baik sama Gusti Allah. Qurban itu nantinya diberi ke orang-orang yang tidak mampu dan yang jarang makan daging.
A: (oh, oke aku mulai ngeh) buk kalau berqurban itu emang harus beli sapi atau kambing ta ?
I: lho ya iya
A: kalau aku qurbannya gk dibeliin hewan qurban gkpapa ta ? toh itu nanti orang-orang yang dikasih daging, toh dijual lagi dagingnya.
I: maksudmu di kasih uang gitu ? kan masih ada orang-orang yang gk dijual dagingnya, masih ada yang dikonsumsi sendiri.
A: ya gk mesti uang sih buk, bisa apa atau apa gitu (belum kepikiran sebenernya, bentuk  lain itu seperti apa)
I: sudahlah percaya, kalau kamu berqurban, nanti bakal dibales lebih baik sama Gusti Allah

Ibu mulai meyakinkan anaknya yang menurutnya terlihat ragu-ragu untuk berqurban.  

A: ......... (“gk dibales ya gkpapa”, kalimat itu mau keluar, tapi gk jadi)
A: ya kalau mau berbagi, ya berbagi aja sih Buk,
I: nah, sudah tau gitu lho

Hening sebentar,

A: buk, kenapa di Indonesia kalau berqurban kok gak pake Onta ? kan di Arab sana , kalau berqurban pakai Onta,
I: ya soalnya di Indonesia gk ada Onta, hahaha
A: berarti berqurban ayam gakpapa ?
I: yo gk boleh, hahaha, ada ada aja kamu ini
A: hahaha, maksudku buk, berqurban ayam yang jumlahnya setara harganya dengan sapi atau kambing . Kan gakpapa itu buk
I: yo tetep aja gk boleh, sudah syariatnya begitu
A: kenapa kok gk boleh buk, toh sama aja harganya
I: ya tetep gk boleh, dari dulu sudah begitu,
A: ..... 

Lalu kami ngobrolin hal lain, tetapi bukan cerita nabi-nabi, bisa panjang nanti, hehehe. (oh iya, cuplikan obrolan diatas sebenarnya oborolan bahasa Jawa yang sudah ditranslate ke Bahawa Indonesia yang baik dan tidak benar, halah.) 

                Aku bertanya-tanya, mungkin tidak jauh beda pertanyaannya dengan orang-orang yang mempertanyakan berqurban,
                apa iya berqurban itu cuma tradisi menyembelih hewan qurban lalu membagi-bagikan ke orang-orang yang kurang mampu.
                Apa iya dengan berqurban mampu mensucikan harta kita ? kalau begitu enak dong jadi koruptor, tinggal berqurban, suci hartanya.
                apa iya berqurban itu merupakan simbol untuk melepaskan hal keduniawian ?
                 
Menurutku, hari raya qurban memang merupakan tradisi perayaan umat muslim, tradisi baik, mengingatkan kembali akan nilai berbagi terhadap sesama manusia. Apakah berbagi harus menunggu hari raya raya qurban ? jawabannya mungkin sama seperti perayaan hari raya idul fitri, bahwa kembali ke fitrah tidak harus menunggu hari raya idul fitri.

1 komentar: