Tanggal 15 terasa begitu lama. Iya begitu lama buatku yang saat ini hanya mengantongi uang sebesar 100 ribu rupiah untuk menjalani 5 hari ke depan. Kemarin motorku harus dibawa ke bengkel karena ada kerusakan di bagian rantai. Dan saat itu aku harus memprioritaskan perbaikan motor karena tanpa motor, aku enggak bisa kemana-mana. Sebenarnya kesalahanku juga ketika motorku tiba-tiba rusak. Padahal kalau aku ganti dari kemarin-kemarin, kerusakannya tidak akan merembet ke bagian lainnya.
"Kriinngg" suara hpku berbunyi, dari seorang teman lama ku yang sekarang tinggal di luar kota.
"Halo Ran" jawabku ketika mengarahkan hp ke telingaku
"Nas, aku besok mampir ke kos mu yo"
"Onok opo ke sini"
"Yo mampir ae, hari ini dari madura aku, ada sodara menikah soalnya"
"Owala, yowes kesini ae lho, tapi datengnya ojok sore-sore tapi, budal kerjo soale"
"Woke, pagi berarti yo"
"Siap bos"
Randi adalah teman SMA ku. Aku dan dia dikenal akrab. Bahkan dulu aku dan Randi sempat diguyoni pasangan homo karena kedekatan yang seperti orang pacaran. Saat ini dia sudah menetap di kota tetangga, Sidoarjo. Ketika sudah menikah, intensitas pertemuan ku dengan Randi pun berkurang. Bahkan pertemuan terakhir ku dengannya hampir setahun yang lalu. Tetapi kami masih sering memberi kabar.
Nah ketika dia besok datang. Aku sebenarnya pusing, akan kujamu seperti apa temanku besok. Kalau diajak jalan-jalan, pengeluaran tambahan jelas ada, bensin dan makan minimal. Dulu, ketika aku berkunjung ke tempat Randi, pasti dia akan menjamu dengan istimewa. Begitu juga denganku.
Kupegang sebuah gayung yang ada di kamar mandi. Ketika tangan kuarahkan ke bak mandi lalu gayung bersinggungan dengan air, secepat itu pula air menggantikan ruang udara yang ada di gayung. Pyak. Begitulah kira-kira suara air bak mandi saat otot tanganku mengerahkan tenaga untuk mengangkat gayung yang sudah berisi air. Dan byur. Air membuat badanku basah. Sambil menyirami tubuhku pagi itu, aku pun berpikir tentang strategi 5 hari ke depan. Saat ini aku berpikir untuk puasa, iya, puasa untuk menghemat pengeluaranku.
Di kota ini, matahari masih belum menurunkan radiasi panasnya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Aku mengambil seragam kerja dari tumpukan baju yang tertata rapi. Seragamku berupa celemek berwarna merah dan topi merah khas dokter bedah yang sedang melakukan operasi. Setelah memasukkannya ke tas dan bersiap berangkat. Aku menikmati sebatang tembakau bakar dulu yang kukeluarkan dari kantong celanaku. Kebiasaan yang kulakukan sebelum berangkat kerja.
Hari ini merupakan hari ke delapan sejak pasar malam tahunan ini dibuka oleh walikota kota ini. Pembukaan yang sangat wah kurasa karena kembang api untuk pembukaan tersebut sangat lama, sekitar setengah jam nonstop ! Antusiasme pengunjung sangat tinggi untuk datang ke wilayah timur kota ini malam itu. Stand jajanan yang kujaga pun kecipratan rejeki dari antuasiasme pengunjung. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya pengunjung yang antri untuk menikmati jajanan di sini.
Lima hari pertama merupakan pekerjaan yang membutuhkan tenaga yang sangat ekstra. Dua orang yang berjaga di stand jajanan ini yaitu aku dan teman kerjaku, Romi, dibuat mondar mandir ke depan ke belakang oleh banyaknya orderan dari pengunjung. Mulai dari memasukkan singkong mentah yang telah diberi bumbu racikan khusus ke minyak panas di penggorengan. Membolak-balik singkong di minyak panas. Meniriskannya ke tempat tirisan. Mendengarkan dengan baik pesanan pengunjung. Sampai membungkusnya dan memberikan ke pengunjung dengan senyuman. Karena order yang begitu banyak. Tak jarang, aku atau Romi, pergi sebentar meninggalkan stand untuk mengambil singkong mentah dari mobil.
Dua hari berikutnya. Pengunjung yang datang tidak seramai seperti lima hari pertama. Dan pekerjaanku menjadi lebih santai. Memang lima hari pertama merupakan long weekend sehingga orang-orang kota ini banyak yang mengunjungi pasar malam. Padat sekali yang harus dikerjakan dalam 5 jam aku jaga.
Malam ini pun, jam 6 sore pengunjung sudah banyak yang datang. Meskipun tidak seramai lima hari pertama. Dan stand singkong ini tetap banyak orderannya. Keadaan yang cukup santai ini membuatku bisa menikmati alunan musik yang diputar. Para penggambar yang berada di sebelah stand singkong ini terkadang mengeluarkan celetukan untuk stand ini. Terkadang juga aku atau Romi diguyoni mas-mas tersebut.
Sesekali, aku atau Romi pergi keluar stand untuk menghisap tembakau bakar. Kali ini giliranku untuk bersantai sejenak.
"Deloken ta, Koncomu iku kerjo, kon kok malah rokokan i" guyon salah satu mas penggambar dengan suara yang ditinggikan.
"Ambekan disik mas" jawabku disambut ketawa Romi.
Ketika aku kembali ke stand, musik pun berganti ke musik live. Aku mendengar lagu yang tak asing di telinga. Lagunya naif, mobil balap. Dan saat ku melangkahkan kakiku menuju stand, aku melihat Romi mencuri pandang ke salah satu pengunjung yang telah membeli jajanan singkong di sini. Gadis jelita berbaju putih, rambutnya dikuncir dua. Beruntung sekali Romi.
Sambil mengenakan seragam celemek dan topi dokter bedah untuk kembali bekerja. Aku sempat kepikiran, tempatku bekerja di pasar malam ini sangat nyaman. Banyak sekali pengunjung cantik berlalu lalang, lumayan lah cuci mata sambil kerja. Belum lagi sambil menikmati lagu-lagu yang enak didengar. Dan aku berpikir kembali. Uang seratus ribu rupiah untuk lima hari ke depan bukanlah sesuatu yang harus dijadikan pikiran yang berlebihan.
Sreeng. Suara singkong mentah masuk ke penggorengan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar